Jumat, 28 Desember 2012
Dering alarm HP ku berbunyi pukul 06.00 wib, aku hanya mematikannya dan kembali tidur. Lupa kalau hari ini ada janji dengan teman kampus ku untuk bertemu dosen mengumpulkan tugas. Ketika tiba disana teman aku sudah ada di latansa karna terlalu lama menunggu aku. hehehe
"Aku udah ngumpulin tugasnya ke Ridho, habisnya kamu lama. oh ya tadi kita berdua berpapasan dengan dia dijalan dekat bu elisa." Sontak hati ku kaget mendengar perkataan teman aku itu, dia ? dia siapa ?
"hah, dia ? Ganjar maksudnya ?" "iya Ganjar, kayaknya dia juga sama mau ngumpulin tugas itu."
Ternyata dia ada disini, di Bandung. Rasanya memang ingin segera bertemu. Aku ingin tahu kabar dia gimana? padahal mungkin dia ga pernah pengen tahu kabar aku gimana haha
Langsung saja aku menuju kampus dengan memilih rute jalan yang bisa melewati kosannya dia. (Niat banget :D)
Bukannya ketemu sama dia aku malah ketemu sama 2 teman aku yang baik banget. Yang satu abang, yang satunya mugi. ya udah jadinya kami bertiga pergi ke kampus barengan. Pas dijalan kita papasan dengan Ganjar, motor mugi pun berhenti begitu dengan dia.
"kemana jar?" tanya mugi "tadi saya ke kampus mau ngasih tugas tpi belum ketemu sama dosennya." jawab ganjar. Aku cuman bisa tersenyum dan melihatnya saja tanpa bertanya apapun. "Terus sekarang mau kmna?" tanya Abang singkat. "Nganterin dulu mas Amin kedepan, nanti saya ke kampus lagi."
Setelah beberapa menit kemudian kita semua bertemu dan bareng-bareng ke ruang dosen buat ngasih tugas. Selesai itu kita langsung ke parkiran motor. "Yu, mau bareng sama siapa?" tanya Abang ke aku. "Bebas" jawab aku singkat. "Bareng saya aja, sekalian nganterin pulang ke depan, mau langsung pulangkan? kamu sama mugi duluan aja ke kosan saya, disana dikamar atas ada teman saya."
Kami berlima pun berpisah. Ridho pergi ke Bank, Mugi dan Gilang pergi ke kosan Ganjar, sedangkan Ganjar pergi nganterin aku ke depan. ya nganterin aku kedepan..
"Mau jalan borma mau jalan depan ?" tanya ganjar sambil menyalakan motornya. "borma aja" jawab aku singkat sambil naik motor dia. Di sepanjang jalan aku hanya terdiam, entah apa yang harus dibicarakan,, tapi untungnya dia yang memulai pembicaraan. "Pas kemarin mau ngambil kaset emang ga ada punya kamu, terus pas eko bilang saya ga langsung ngasih tahu soal2nya buru mau pulang takut hujan terus hp saya rusak kena banjir."
"Oh, pantesan" lagi dan lagi jawab aku singkat.
"Oya, mamah sehat ?" tanya ganjar lagi
"sehat, si bapak yang sakit."
"kenpa ? perasaan si bapak sekarang sering sakit, mungkin gara-gara jatuh dari atap waktu itu ?"
"Mungkin aja" jawab aku dengan nada sedikit malas.
Dalam hati aku menggerutu, kenapa keadaan hati aku ga di tanyain ? kenapa malah nanya yg lain-lain ?
Sesampainya di jalan aku langsung turun dari motor dia, dan seperti biasa dia selalu menyodorkan tangannya (kebiasaan pas masih jadian sering sun tangan kalau mau pulang) dan menunggu aku sampai aku dapat angkot. Dan sampai saat ini masih selalu seperti itu, padahal mungkin ke dianya biasa aja, tapi kalau aku yang rasa seakan-akan masih ada kesempatan untuk merubah semuanya. hoalah di PHP in kayaknya haha
*Masih harus direvisi, kata-katanya masih rancu, biar ga lupa aja jalan ceritanya* hahaha
ayu ginanjar
Jumat, 28 Desember 2012
Selasa, 25 Desember 2012
17
17 oktober 2010 adalah hari jadi kita. Semuanya terasa indah sekali. Pengorbananya, kasih sayangnya, perhatiaanya, semuanya terasa lembut masuk menembus sukma ini. Hari demi hari selalu kami lewati berdua penuh dengan canda tawa, bahagia dan kadang keributan2 kecil yang membuat hubungan aku dengannya jadi berwarna. Dari mulai masalah kecil sampai masalah besar yang menimpa kami, selalu kami hadapi berdua.Kita selalu saling mendukung di saat aku atau dia berada di posisi terendah. Tapi itu semua hanya bisa ku rasakan 2 tahun lamanya. Tepat tanggal 17 oktober 2012 hari jadi kita yang ke 2, semuanya berakhir. Dalam waktu beberapa menit dia mengucapkan kata yang paling menyesakkan dada ini dan kemudian semuanya hancur begitu saja. 2 tahun lamanya aku mempertahankan semua ini, menunggu sebuah penantian yg bahagia tapi sayang kini semuanya itu menjadi sia-sia. Benar-benar tidak ku sangka semuanya akan seperti ini, sampai sekarangpun aku masih merasa ini semua tuh mimpi. Dia pergi dengan alasan yang mebuat hati ini benar-benar tidak ingin melepas dia, semuanya semu. Apa semuanya memang benar gara-gara wanita itu ?? Tapi berkali-kali dia mengatakan semuanya tidak ada hubungannya dengan wanita itu! Lantas jika tidak ada hubungannya dengan dia, lalu yang orang bilang tentang kalian itu apa ?!
Entah lah semuanya masih membuat hati ini bimbang. Disisi lain aku mempercayai dia tapi disisi lain juga aku mempercayai omongan-omongan orang yang mengetahui tentang ini semua.
Sedih rasanya harus seperti ini :( sampai sekarang aku masih sangat mencintainya :(
Rabu, 16 Mei 2012
Sentralisasi dan Desentralisasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sentralisasi dan Desentralisasi
Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme
pengaturan, yaitu sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem
sentralisasi, segala sesuatu yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan
diatur secara ketat oleh pemerintah pusat. Sementara dalam sistem
desentralisasi, wewenang pengaturan tersebut diserahkan kepada pemerintah
daerah. Kedua sistem tersebut dalam prakteknya tidak berlaku secara ekstrem,
tetapi dalam bentuk kontinum; dengan pembagian tugas dan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (lokal). Hal ini juga berlaku dalam
manajemen pendidikan di Indonesia, sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan
UUSPN 1989 bahwa pendidikan nasional diatur secara terpusat (sentralisasi),
namun penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak
terpusat (desentralisasi). Hal tersebut cukup beralasan karena masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya dan mengurangi segi-segi negatif, pengelolaan pendidikan
tersebut memadukan sistem sentralisasi dan desentralisasi.
Berikut ini penjelasan lebih lanjut
mengenai sentralisasi dan desentralisasi:
1. Konsep Dasar
Sentralisasi Pendidikan
Sentralisasi adalah seluruh wewenang
terpusat pada pemerintah pusat. Daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat
untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan menurut UU.
Menurut ekonomi manajemen sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada
sejumlah kecil manager atau yang berada di suatu puncak pada sebuah struktur
organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah.
Kelemahan sistem sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan keputusan
pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat
sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama.
Dalam era reformasi dewasa ini,
diberlakukan kebijakan otonomi yang seluas-luasnya dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Otonomi daerah merupakan distribusi
kekuasaan secara vertikal. Distribusi kekuasan itu dari pemerintah pusat ke
daerah, termasuk kekuasaan dalam bidang pendidikan. Dalam pelaksanaan otonomi
daerah di bidang pendidikan tampak masih menghadapi berbagai masalah. Masalah
itu diantaranya tampak pada kebijakan pendidikan yang tidak sejalan dengan
prinsip otonomi daerah dan masalah kurang adanya koordinasi dan sinkronisasi.
Kondisi yang demikian dapat menghadirkan beberapa hal, seperti : kesulitan
pemerintah pusat untuk mengendalikan pendidikan di daerah; daerah tidak dapat
mengembangkan pendidikan yang sesuai dengan potensinya. Apabila hal ini
dibiarkan berbagai akibat yang tidak diinginkan bisa muncul. Misalnya, kembali
pada kebijakan pendidikan yang sentralistis, tetapi sangat dimungkinkan juga
daerah membuat kebijakan pendidikan yang dianggapnya paling tepat meskipun
sebenarnya bersebrangan dengan kebijakan pusat.
Kalau hal ini terjadi maka konflik
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sulit dihindari. Dalam sejarah
konflik kepentingan pusat dan daerah memicu terjadinya upaya – upaya pemisahan
diri yang tentunya mengancam disintegrasibangsa.
Dengan perkataan lain apabila
kebijakan pendidikan dalam konteks otonomi daerah tidak dilakukan upaya
sinkronisasi dan koordinasi dengan baik, tidak mustahil otonomi tersebut dapat
mengarah pada disintegrasi bangsa. Dalam kondisi demikian diperlukan cara
bagaimana agar kebijakan pendidikan di daerah dengan pusat ada sinkronisasi dan
koordinasi. Juga perlu diusahakan secara sistematis untuk membina generasi muda
untuk tetap memiliki komitmen yang kuat dibawah naungan NKRI. Masalah sinkronisasi
dan koordinasi kebijakan pendidikan dan upaya membina generasi muda yang
berorientasi memperkuat integrasi bangsa menjadi fokus dalam makalah.
2. Konsep Dasar
Desentralisasi Pendidikan
Desentralisasi di Indonesia sudah
ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu sejak diterbitkannya UU no. 5
tahun 1973 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah otonomi dan pokok-pokok
penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat dan daerah. Dan terdapat
pula pada PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi melalui PP No. 8 tahun
1995.Menurut UU No.22, desentralisasi dikonsepsikan sebagai penyerahan wewenang
yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah
otonom.
Beberapa alasan yang mendasari
perlunya desentralisasi :
a.
Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara
lebih luas.
b.
Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi.
c.
Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang
sehinmgga dapat meningkatkan efisiensi.
d.
Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah
secara optimal.
e.
Mengakomodasi kepentingan poloitik.
f.
Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih
kompetitif.
Desentralisasi Community Based
Education mengisyaratkan terjadinya perubahan kewenangan dalam pemerintah
antara lain :
a.
Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur
oleh pemerintah pusat, secara otomatis menjadi tangung jawab pemerintah daerah,
termasuk dalam pengelolaan pendidikan.
b.
Perubahan berkenaan dengan desentralisasi pengelolaan
pendidikan.dalam hal ini pelempahan wewenang dalam pengelolaan pendidikandan
pemerintah pusat kedaerah otonom, yang menempatkan kabupaten / kota sebagai
sentra desentralisasi.
Desentralisasi adalah pendelegasian
wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada orang-orang pada level
bawah (daerah). Pada sistem pendidikan yang terbaru tidak lagi menerapkan
sistem pendidikan sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang
memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang
tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat. Kelebihan sistem ini
adalah sebagian keputusan dan kebijakan yang ada di daerah dapat diputuskan di
daerah tanpa campur tangan pemerintah pusat. Namun kekurangan dari sistem ini
adalah pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya
menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk
keuntungan para oknum atau pribadi.
Hal ini terjadi karena sulit
dikontrol oleh pemerinah pusat.Desentralisasi pendidikan suatu keharusan
Rontoknya nilai-nilai otokrasi Orde Baru telah melahirkan suatu visi yang baru
mengenai kehidupan masyrakat yang lebih sejahtera ialah pengakuan terhadap
hak-hak asasi manusia, hak politik, dan hak asasi masyarakat (civil rights).
Kita ingin membangun suatu masyarakat baru yaitu masyarakat demokrasi yang
mengakui akan kebebasan individu yang bertanggungjawab. Pada masa orde baru
hak-hak tersebut dirampas oleh pemerintah.
Keadaan ini telah melahirkan suatu pemerintah
yang tersebut dan otoriter sehingga tidak mengakui akan hak-hak daerah.
Kekayaan nasional, kekayaan daerah telah dieksploitasi untuk kepentingan
segelintir elite politik. Kejadian yang terjadi berpuluh tahun telah melahirkan
suatu rasa curiga dan sikap tidak percaya kepada pemerintah. Lahirlah gerakan
separtisme yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, desentralisasi atau otonomi daerah merupakan salah satu
tuntutan era reformasi. Termasuk di dalam tuntutan otonomi daerah ialah
desentralisasi pendidikan nasional. Ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi
desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan masyarakat demokrasi, pengembangan
sosial capital, dan peningkatan daya saing bangsa ( H.A.R Tialar, 2002).
1. Masyarakat Demokrasi
Masyarakat demokrasi atau dalam khasanah bahasa kita namakan masyarakat
madani (civil society) adalah suatu masyarakat yang antara lain mengakui
hak-hak asasi manusia. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang terbuka
dimana setiap anggotanya merupakan pribadi yang bebas dan mempunyai tanggung
jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri. Pemerintah dalam masyrakat madani
adalah pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat
sendiri. Masyarakat demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang bersih (good and
clean governance).
2.
Pengembangan “Social Capital”
Para ahli ekonomi seperti Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998,
menekankan kepada nilai-nilai demokrasi sebagai bentuk social capital yang
menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi dan kehidupan yang lebih manusiawi.
Demokrasi sebagai social capital hanya bias diraih dan dikembangkan melalui
proses pendidikan yang menghormati nilai-nilai demokrasi tersebut. Suatu proses
belajar yang tidak menghargai akan kebebassan berpikir kritis tidak mungkin
menghidupkan nilai-nilai demokrasi sebagai social capital suatu bangsa.
Sistem pendidikan yang sentralistik yang mematikan kemampuan berinovasi
tentunya tidak sesuai dengan pengembangan suatu masyarakat demokrasi terbuka.
Oleh sebab itu, desntralisasi pendidikan berarti lebih mendekatkan proses
pendidikan kepada rakyat sebagai pemilik pendidikan itu sendiri. Rakyat harus
berpartisipasi di dalam pembentukan social capital tersebut. Ikut sertanya
rakyat di dalam penyelenggaraan pendidikan dalam suatu masyarakat demokrasi
berarti pula rakyat ikut membina lahirnya social capital dari suatu bangsa.
3.
Pengembangan Daya saing
Di dalam suatu masyarakat demokratis setiap anggotanya dituntut partisipasi
yang optimal dalam pengembangan kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Di dalam
kehidupan bersama tersebut diperlukan kemampuan daya saing yang tinggi di dalam
kerja sama. Di dalam suatu masyarakat yang otoriter dan statis, daya saing
tidak mempunyai tempat. Oleh sebab itu, masyarakat akan sangat lamban
perkembangannya. Masyarakat bergerak dengan komando dan oleh sebab itu sikap
masa bodoh dan menunggu merupakan ciri dari masyarakat otoriter.
Daya saing di dalam masyarakat bukanlah kemampuan untuk saling membunuh dan
saling menyingkirkan satu dengan yang lain tetapi di dalam rangka kerjasama
yang semakin lama semakin meningkat mutunya. Dunia terbuka, dunia yang telah
menjadi suatu kampung global (global village) menuntut kemampuan daya saing
dari setiap individu, setiap masyarakat, bahkan setiap bangsa. Eksistensi suatu
masyarakat dan bangsa hanya dapat terjamin apabila dia terus-menerus
memperbaiki diri dan menibkatkan kemampuanya. Ada empat faktor yang menentukan
tingkat daya saing seseorang atau suatu masysrakat. Faktor-fator tersebut adalah
intelegensi, informasi, ide baru, dan inovasi.
B. Perlunya Desentralisasi Pendidikan
Mengapa
perlu desentralisasi pendidikan?
Berbagai studi tentang desentalisasi
menunjukkan bahwa pekerjaan yang bersifat kompleks, dikerjakan dalam tim,
mengandung unsur ketidakpastian, dan berada dalam lingkungan yang cepat berubah
tidak bisa dikelola secara sentralistik. Pendidikan dan secara khusus lagi
sekolah yang selama ini dikelola secara sentralistik justru menimbulkan banyak
masalah. Maka sekolah yang memiliki karakteristik seperti itu harus
didesentralisasikan. Salah satu model desentralisasi pendidikan adalah
Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management).
Dalam bidang pendidikan,
desentralisasi mengandung arti sebagai pelimpahan kekuasaan oleh pusat kepada
aparat pengelolaan pendidikan yang ada didaerah baik pada tingkat provinsi
maupun lokal, sebagai perpanjangan aparat pusat untuk menigkatkan efisiensi kerja
dalam pengelolaan pendidikan di daerah. Dalam manajemen pendidikan dasar,
desentralisasi memang dapat melemahkan tumbuhnya perasaan nasional yang sehat,
dapat menimbulkan rasa kedaerahaan yang berlebihan, serta akan menjurus kepada
isolasi dan pertentangan. Namun, dengan pengakuan dan kesepakatan untuk
menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas bangsa dan negara, kecenderungan
separatisme dapat dikurangi dan ditekan seminimal mungkin.
Banyak pakar dan pemerhati
pendidikan menyumbangkan pikirannya untuk mengkaji model MBS yang cocok dengan
kondisi negeri ini. Namun jarang sekali yang menyinggung masalah isi (content)
yang tak lain merupakan hakikat desentralisasi itu sendiri. Hakikat
desentralisasi pendidikan adalah “apa dan kepada siapa” (what and to whom) dan
bukan aturan-aturannya (regulation).
Menurut Wohlstetter dan Mohrman
(1993) terdapat empat sumber daya yang harus didesentralisasikan yaitu
power/authority, knowledge, information dan reward. Pertama,
kekuasaan/kewenangan (power/authority) harus didesentralisasikan ke
sekolah-sekolah secara langsung yaitu melalui dewan sekolah. Sedikitnya
terhadap tiga bidang penting yaitu budget, personnel dan curriculum. Termasuk
dalam kewenangan ini adalah menyangkut pengangkatan dan pemperhentian kepala sekolah,
guru dan staff sekolah.
Kedua,
pengetahuan (knowledge) juga harus didesentralisasikan sehingga sumberdaya
manusia di sekolah mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi kinerja
sekolah. Pengetahuan yang perlu didesentralisasikan meliputi : keterampilan
yang terkait dengan pekerjaan secara langsung (job skills), keterampilan
kelompok (teamwork skills) dan pengetahuan keorganisasian (organizational
knowledge). Keterampilan kelompok diantaranya adalah pemecahan masalah,
pengambilan keputusan dan keterampilan berkomunikasi. Termasuk dalam
pengetahuan keorganisasian adalah pemahaman lingkungan dan strategi merespon
perubahan.
Ketiga, hakikat
lain yang harus didensentralisasikan adalah informasi (information). Pada model
sentralistik informasi hanya dimiliki para pimpinan puncak, maka pada model MBS
harus didistribusikan ke seluruh constituent sekolah bahkan ke seluruh
stakeholder. Apa yang perlu disebarluaskan? Antara lain berupa visi, misi,
strategi, sasaran dan tujuan sekolah, keuangan dan struktur biaya, isu-isu
sekitar sekolah, kinerja sekolah dan para pelanggannya. Penyebaran informasi
bisa secara vertikal dan horizontal baik dengan cara tatap muka maupun tulisan.
Keempat,
pengaharhaan (reward) adalah hal penting lainnya yang harus didesentralisasikan.
Penghargaan bisa berupa fisik maupun non-fisik yang semuanya didasarkan atas
prestasi kerja. Penghargaan fisik bisa berupa pemberian hadiah seperti uang.
Penghargaan non-fisik berupa kenaikan pangkat, melanjutkan pendidikan,
mengikuti seminar atau konferensi dan penataran.
Dengan mendesentralisasikan empat
bidang tersebut diharapkan tujuan utama MBS akan tercapai. Tujuan utama MBS tak
lain adalah meningkatkan kinerja sekolah dan terutama meningkatkan kinerja
belajar siswa menjadi lebih baik.
Implikasi desentralisasi manajemen
pendidikan adalah kewenangan yang lebih besar diberikan kepada kabupaten dan
kota untuk mengelola pendidikan sesuia dengan potensi dan kebutuhan daerahnya;
perubahan kelembagaan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan efisiensi serta
efektivitas dalam perencanaan dan pelaksanaan pada unit-unit kerja di daerah;
kepegawaian yang menyangkut perubahan dan pemberdayaan sumber daya manusia ynag
menekankan pada profesionalisme; serta perubahan anggaran-anggaran pembangunan
pendidikan (DIP) yang dikelola langsung dari BKPN (Bappenas) ke kabupaten dalam
bentuk block grand sehingga menhilangkan ketakutan dan pngotakkan dalam
penanganan anggaran (BPPN dan Bank Dunia, 1999).
Desentralisasi pengelolaan sekolah
perlu diletakkan dalam rangka mengisi kebhinekaan dalam wadah negara kesatuan
yang dijiwai oleh rasa persatuan dan kesatuan bangsa; bukan berdasarkan
kepentingan kelompok dan daerah secara sempit. Pelaksanaan desentralisasi dalam
pengelolaan sekolah memerlukan kesiapan berbagai perangkat pendukung di daerah.
Sedikitnya terdapat empat hal yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan
desentralisasi berhasil, yaitu:
a.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur
desenralisasi pendidikan dari tingkat daerah, provinsi sampai tingkat
kelembagaan.
b.
Pembinaan kemampuan daerah.
c.
Pebentukan perencanaan unit yang bertanggung jawab
untuk menyusun perencanaan penddikan.
d.
Perangkat sosial, berupa kesiapan masyarakat setempat
untuk menerima dan membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi pelaksanaan
desentralisasi tersebut.
Dari beberapa pengalaman di negara
lain, kegagalan desentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :
a.
Masa transisi dari sistem sentralisasi ke
desentralisasi memungkinkan terjadinya perubahan secara gradual dan tidak
memadai serta jadwal pelaksanaan yang tergesa-gesa.
b.
Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara
pemerintah pusat, propinsi dan daerah.
c.
Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.
d.
Sumber daya manusia yang belum memadai.
e.
Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai.
f.
Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.
g.
Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk
kehilangan otoritasnya.
Selain dampak negatif tentu saja
desentralisasi pendidikan juga telah membuktikan keberhasilannya antara lain :
a.
Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan
demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan.
b.
Mampu membangun partisipasi masyarakat sehingga
melahirkan pendidikan yang relevan, karena pendidikan benar-benar dari oleh dan
untuk masyarakat.
c.
Mampu menyelenggarakan pendidikan dengan memfasilitasi
proses belajar mengajar yang kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan
kualitas belajar siswa.
C.
Kekuatan dan Kelemahan Sentralisasi Pendidikan
Indonesia sebagai negara berkembang dengan berbagai kesamaan ciri sosial
budayanya, juga mengikuti sistem sentralistik yang telah lama dikembangkan pada
negara berkembang. Konsekuensinya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia serba
seragam, seba keputusan dari atas, seperti kurikulum yang seragam tanpa melihat
tingkat relevansinya bai kehidupan anak dan lingkungannya.
Konsekuensinya,posisi dan peran siswa cenderung dijadikan sebagai objek
agar yang memiliki peluang untuk mengembangkan kreatifitas dan minatnya sesuai
dengan talenta yang dimilikinya. Dengan adanya sentralisasi pendidikan telah
melahirkan berbagai fenomena yang memperhatikan seperti :
1.
Totaliterisme penyelenggaraan pendidikan
2.
Keseragaman manajemen, sejak dalam aspek perencanaan,
pengelolaan, evaluasi, hingga model pengembangan sekolah dan pembelajaran.
3.
Keseragaman pola pembudayaan masyarakat.
4.
Melemahnya kebudayaan daerah.
5.
Kualitas manusia yang robotic, tanpa inisiatif dan
kreatifitas.
Dengan demikian, sebagai dampak
sistem pendidikan sentralistik, makaupaya mewujudkan pendidikan yang dapat
melahirkan sosok manusia yang memiliki kebebasan berpikir, mampu memecahkan
masalah secara mandiri, bekerja dan hidup dalam kelompok kreatif penuh
inisiatif dan impati, memeliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai
bekal masyarakat menjadi sangat sulit untuk di wujudkan.
D.
Kekuatan dan Kelemahan Desentralisasi Pendidikan
Dari beberapapengalaman di negara lain,kegagalan disentralisasi di
akibatkan oleh beberapa hal, yaitu :
1.
Masa transisi dari sistem sentralisasi ke
desintralisasi ke memungkinkan terjadinya perubahan secara gradual dan tidak
memadai serta jadwal pelaksanaan yang tergesa-gesa.
2.
Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara
pemerintah pusat, propinsi dan daerah.
3.
Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.
4.
Sumber daya manusia yang belum memadai.
5.
Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai.
6.
Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.
7.
Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk
kehiulangan otoritasnya.
Berdasarkan pengalaman, pelaksanaan
disentralisasi yang tidak matang juga melahirkan berbagai persoalan baru,
diantaranya :
1.
Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara
daerah,antar sekolah antar individu warga masyarakat.
2.
Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat
(orang tua) menjadikan jumlah anggaran belanja sekolah akan menurundari waktu
sebelumnya,sehingga akan menurunkan motivasi dan kreatifitas tenaga
kependidikan di sekolahuntuk melakukan pembaruan.
3.
Biaya administrasi di sekolah meningkat karena
prioritas anggarandi alokasikan untuk menutup biaya administrasi, dan sisanya baru
didistribusikan ke sekolah.
4.
Kebijakan pemerintah daerah yang tidak
memperioritaskan pendidikan, secara kumulatif berpotendsi akan menurunkan
pendidikan.
5.
Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu
memahamisepenuhnya permasalahandan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya
akan menurunkan mutu pendidikan.
6.
Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di
karenakan perbedaan potensi daerah yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan
mutu pendidikan serta melahirkan kecemburuan sosial.
7.
Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan
pendidikan dari pusat ke daerah.
Untuk mengantisipasi munculnya
permasalahan tersebut di atas, disentralisasi pendidikan dalam pelaksanaannya
harus bersikap hati-hati. Ketepatan strategi yang ditempuh sangat menentukan
tingkat efektifitas implementasi disentralisasi. Untuk mengantisipasi berbagai
kemungkinan buruk tersebut ada beberapa hal yang perlu di perhatikan :
1. Adanya
jaminan dan keyakinan bahwa pendidikan akan tetap berfungsi sebagai wahana
pemersatu bangsa.
2. Masa transisi
benar-benar di gunakan untuk menyiapkan berbagai halyang dilakukan secara
garnual dan di jadwalkan setepat mungkin.
3. Adanya
kometmen dari pemerintah daerah terhadappendidikan, terutama dalam pendanaan
pendidikan.
4. Adanya
kesiapan sumber daya manusia dan sistem manajemen yang tepat yang telah
dipersiapkan dengan matang oleh daerah.
5. Pemahaman
pemerintah daerah maupunDPRD terhadap keunikan dan keberagaman sistem
pengelolaan pendidikan, dimana sistem pengelolaan pendidikan tidak sama dengan
pengelolaan pendidikan daerah lainnya.
6. Adanya
kesadaran dari semua pihak (pemerintah, DPRD, masyarakat) bahwa pengelolaan
tenaga kependidikan di sekolah, terutama guru tidak sama dengan pengelolaan
aparat birokrat lainnya.
7. Adanya
keiapan psikologis dari pemerintah pusat dari propinsi untuk melepas
kewenangannya pada pemerintah kabupaten / kota.
Selain dampak negatif tentu saja
disentralisasi pendidikan juga telah membuktikan keberhasilan antara lain :
1.
Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan
demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan.
2.
Mampu membangun partisifasi masyarakat sehingga
melahirkan pendidikan yang relevan, karena pendidikan benar0benar dari oleh dan
untuk masyarakat.
3.
Mampu menyelenggarakan pendidikan secara menfasilitasi
proses belajar mengajar yang kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan
kualitas belajar siswa.
Proses Pengembangan Kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Pengembangan Kurikulum
Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa yunani, yaitu Curir yang
berarti berlari dan curere yang artinya tempat berpacu. Dengan demikian,
istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zama Romawi Kuno di Yunani,
yang mengandung pengertian jarak yang harus ditempuh pelari dari garis start
sampai garis finish. Selanjutnya, istilah kurikulum ini digunakan dalam dunia
pendidikan dan mengalami perubahan makan sesuai dengan perkembangan dan
dinamika yang ada pada dunia pendidikan. Secara garis besar, kurikulum dapat
diartikan sebagai perangkat materi pendidikan dan pengajaran yang diberikan
kepada murid sesuai dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai yang di dalamnya
tidak hanya mengandung rumusan tujuan yang harus dicapai, tetapi juga pemahaman
tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap anak didik. Begitu
pentingnya fungsi dan peran kurikulum dalam menentukan keberhasilan pendidikan,
karena itu kurikulum harus dikembangkan dengan fondasi yang kuat.
Pengembangan kurikulum pada
hakekatnya adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran
yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya. Namun demikian,
persoalan mengembangkan kurikulum bukan merupakan hal yang sederhana dan mudah.
Menentukan isi atau muatan kurikulum harus berangkat dari visi, misi, serta
tujuan yang ingin dicapai, sedangkan menentukan tujuan yang ingin dicapai erat
kaitannya dengan persoalan sistem nilai dan kebutuhan masyarakat.
David Pratt (1980) mengemukakan
bahwa istilah lebih mengena dibandingkan dengan pengembangan yang mengandung
konotasi bersifat grradual. Desain adalah proses yang disengaja tentang suatu
pemikiran , perencanaan dan penyeleksian bagian-bagian, tehnik dan prosedur yang
mengatur suatu tujuan atau usaha. Dengan pengertian tersebut, pengembangan
kurikulum diartikan sebagai proses atau kegiatan yang disengaja dan dipikirkan
untuk menghasilkan sebuah kurikulum sebagai pedoman dalam proses dan
penyelenggaraan pembelajaran oleh guru di sekolah.
Seller dan Miller (1985)
mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus, yang meliputi Orientasi, pengembangan,
implementasi, dan evaluasi. Seller memandang bahwa pengembangan kurikulum harus
dimulai dari menentukan orientasi, yakni kebijakan-kebijakan umum meliputi enam
aspek : tujuan pendidikan, pandangan tentang anak, pandangan tentang proses
pembelajaran, pandangan tentang lingkungan , konsepsi tentang peranan guru, dan
evaluasi. Berdasarkan orientasi selanjutnya dikembangkan kurikulum menjadi
pedoman pembelajaran, diimplementasikan dalam bentuk proses pembelajaran dan
dievaluasi. Hasil evaluasi tersebut kemudian dijadikan bahan dalam menentukan
orientasi, begitu seterusnya, hingga membentuk siklus.
Dari pendapat Seller tersebut,
pengembangan kurikulum pada hakekatnya adalah pengembangan komponen-komponen
yang membentuk sistem kurikulum itu sendiri serta pengembangan komponen
pembelajaran. Dengan demikian maka pengembangan kurikulum memiliki dua sisi
yang sama penting. Satu sisi sebagai pedoman yng kemudian membentuk kurikulum
tertulis (written curriculum atau document curriculum) dan sisi kurikulum
sebagai implementasi (curriculum implementation) yaitu sistem pembelajaran.
Proses pengembangan memiliki
pengertian berbeda dengan perubahan dan pembinaan kurikulum. Perubahan
kurikulum merupakan kegiatan atau proses yang disengaja manakala berdasarkan
hasil evaluasi ada salah satu atau beberapa komponen yang harus diperbaiki atau
diubah, sedangkan pembinaan adalah proses untuk mempertahankan dan
menyempurnakan kurikulum yang sedang dilaksanakan. Dengan demikian pengembangan
menunjuk pada proses merancang sedangkan pembinaan adalah implementasi dari
hasil pengembangan.
Dari uraian tersebut disimpulkan
bahwa pengembangan dan pembinaan kurikulum merupakan dua kegiatan yang tidak
dapat dipisahkan, pengembangan dan implementasi merupakan dua sisi yang harus
berjalan seiring sejalan. Makna kurikulum akan dapat dirasakan manakala diimplementasikan,
implementasi akan semakin terarah manakala sesuai dengan kurikulum rencana, dan
selanjutnya hasil implementasi tersebut selanjutnya akan memberikan masukan
untuk penyempurnaan rancangan. Inilah hakekat pengembangan kurikulum yang
selalu berputar, berjalan, dan membentuk suatu siklus.
Kurikululm dalam Pendidikan Islam, menurut O.M.T Syaibany, merupakan suatu
jalan terang yang dilalui pendidik terhadap anak didik untuk mengembangkan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap mereka. Kurikulum dalam bahasa Arab
diterjemahkan dengan kata Manhaj (kurikulum) yang bermakna jalan yang terang
atau jalan teerang yang dilalui manusia diberbagai bidang kehidupanya.
Hakikat kurikulum adalah suatu program yang direncanakan dan dilaksanakan untuk
mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. kurikulum pada dasarnya ditujukan
untuk mengantarkan anak didik pada tingkatan pendidikan, perilaku dan
intelektual yang diharapkan membawa meeka pada sosok anggota masyarakat yang
berguna bagi bangsanya.
Kurikulum Pendidikan islam mengandung makna sebagai suatu rangkaian program
yang mengarahkan kegiatan belajar mengajar yang terencana dengan sistematis dan
berarah tujuan, serta menggambarkan cita-cita ajaran Islsam. Dlam definisi luas
, kurikulum pendidikan Islam berisikan materi untuk pendidikan seumur hidup dan
yang menjadi materi pokok kurikulum Pendidikan Islam adalah bahan-bahan,
aktivitas, dan pengalaman yang mengandung unsure ketauhidan.
Dari pemahaman mengenai kurikulum diatas, dapat dideskripsikan secara spesifik
bahwa :
1.
Kurikulum merupakan maksud dan rencana.
2.
Kurikulum merupakan rencana kegiatan bukan aktivitas
3.
Kurikulum berisi berbagai maksud. Misalnya, hal apa
yang dipelajari perserta didik untuk bisa berkembang, ada alat evaluasi untuk
menilai hasil kegiatan belajar.
4.
Kurikulum meliputi maksud-maksud formal, yang dipilih
secara teliti untuk meningkatkan hasil belajar.
5.
Kurikulum merupakan suatu system, yakni adanya
seperangkat komponen ( tujuan, isi, proses belajar mengajar dan lain-lain )
yang bersifat satu kesatuan yang erat.
6.
Pendidikan dan latihan menunjukkan batasanya
masing-masing untuk menghindari kesalahan pengertian yang terjadi, apabila
salah satu hal tersebut dikemukakan
7.
Kurikulum memiliki prediksi dan jangkauan ke depan,
maksudnya isi kurikulum menggambarkan adaya upaya antisipasi berbagai kebutuhan
anak didik dan persiapan masa depan anak didik.
Pengembangan kurikulum pada
hakikatnya merupakan pengembangan komponen – komponen kurikulum yang membentuk
system kurikulum itu sendiri,yaitu komponen: tujuan, bahan, metode, peserta
didik, pendidik, media, lingkungan, sumber belajar dan lain-lain. Komponen –
komponen kurikulum tersebut harus dikembangkan agar tujuan pendidikan dapat
dicapai sebagaimana mestinya.
Terdapat suatu rangkaian tujuan
pendidikan yang bersifat hirarkis dan menjadi suatu system yang mana tujuan
pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan
instruksional. Saling terkait erat untuk mencapai tujuan pendidikan yang di inginkan.
B.
Definisi
Pengembangan Kurikulum
Pada
dasarnya pengembangan kurikulum adalah mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan
pendidikan yang diharapkan karana adanya berbagai pengaruh yang sifatnya
positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri dengan harapan agar
peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik.
Definisi
lain menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan
kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses
ini berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai komponen situasi
belajar mengajar antara lain penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum dan
spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran, kegiatan, sumber, dan alat
pengukur pengembanagn kurikulum yang mengacu pada kreasi sumber unit, rencana
unit, dan garis pelajaran kurikulum lainnya untuk memudahkan proses belajar
mengajar.
Berikut
ini adalah beberapa karakteristik dalam pengembangan kurikulum:
1. Rencana kurikulum harus dikembangkan
dengan tujuan (goals dan general objectifes) yang jelas.
2. Suatu progam atau kegiatan yang
dilaksanakan di sekolah merupakan bagian dari kurikulum yang dirancang selaras
dengan prosedur pengembangan kurikulum.
3. Rencana kurikulum yang baik dapat
menghasilkan terjadinya proses belajar yang baik karena berdasarkan kebutuhan
dan minat siswa.
- Rencana kurikulum harus mengenalkan dan mendorong difersitas diantara para pelajar.
- Rencana kurikulum harus menyiapkan semua aspek situasi belajar mengajar, seperti tujuan konten, aktifitas, sumber, alat pengukuran, penjadwalan, dan fasilitas yang menunjang.
- Rencana kurikulum harus dikembangkan dengan karakteristik siswa pengguna.
- The subject Arm Approach adalah pendekatan kurikulum yang banyak di gunakan di sekolah.
- Rencana kurikulum harus memberikan fleksibilitas untuk memungkinkan terjadinya perencanaan guru – siswa .
- Rencana kurikulum harus memberikan fleksibilitas yang memungkinkan masuknya ide-ide spontan selama terjadinya interaksi antara guru dan siswa dalam situasi belajar yang khusus.
- Rencana kurikulum sebaiknya merefleksikan keseimbangan antara kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Beauchamp mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori
kurikulum yaitu, ( Ibrahim, 2006 ) :
1.
Setiap
teori kurikulum harus dimulai dengn perumusan tentang rangkaian kejadian yang
dicakupnya.
2.
Setiap
teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai – nilai dan
sumber-sumber yang menjadi titik tolaknya.
3.
Setiap
teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik desain kurikulumnya.
4.
Setiap
teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulum serta
interaksi diantara proses tersebut.
5.
Setiap
teori kurikulum hendaknya mempersiapkan ruang untuk dilakukannya proses
penyempurnaan.
Pada
akhirnya, berbagai factor di atas mempunyai factor yang signifikan terhadap
pembuatan keputusan kurikulum.
C.
Kerangka Pengembangan Kurikulum
Pengembanagnn kurikulum harus mengacu pada sebuah kerangka umum, yang
berisikan hal – hal yang diperlukan dalam pembuatan keputusan.
1.
Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam pengembangan kurikulum ini menekankan pada
keharusan pengembangan kurikulum yang telah terkonsep dan diinterpretasikan
dengan cermat, sehingga upaya-upaya yang terbatas dalam reformasi pendidikan,
kurikulum yang tidak berimbang, daninovasi jangka pendek dapat di hindarkan.
Dalam konteks ini, kurikulum didefisinisikan sebagai suatu rencana untuk
mencapai hasil- hasil yang diharapkan, atau dengan kata lain suatu rencana
mengenai tujuan, hal yang dipelajari, dan hasil pembelajaran. Dengan demikian,
kurikulum teridiri atas beberapa komponen, yaitu hasil belajar dan struktur (
sekuens berbagai kegiatan belajar ).
2.
Tujuan pengembangan kurikulum
Istilah yang digunakan untuk menyatakan tujuan pengembangan kurikulum
adalah goals dan objectives. Tujuan sebagai goals dinyatakan dalam rumusan yang
lebih abstrak dan bersifat umum, dan pencapaianya relative dalam jangka
panjang. Adapun tujuan sebagai objectives lebih bersifat khusus, operasional,
dan pencapaianya dalam jangka pendek.
Aspek tujuan, baik yang dinyatakan dalam goals maupun objectives memainkan
peran yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum. Tujuan berfungsi untuk
menentukan arah seluruh upaya kependidikan sekolah
sekaligus menstimulasi kualitas yang diharapkan. Tujuan pendidikan
pada umumnya berdasarkan pada filsafat yang dianut atau yang mendasari
pendidikan tersebut.
3.
Penilaian kebutuhan
Kebutuhan merupakan hal yang pokok dalam perencanaan ( Unruh dan
Unruh, 1984 ). Dalam kaitanya dengan pengembangan kurikulum dan pembelajaran,
kebutuhan didefinisikan sebagai perbedaan antara keadaan actual dan keadaan
ideal yang dicita-citakan. Penilaian kebutuhan adalah prosedur, baik secara
terstruktur maupun informal, untuk mengidentifikasi kesenjangan antara situasi
“ di sini dan sekarang “ dengan tujuan yang di harapkan.
4.
Konten kurikulum
Berkaitan dengan konten kurikulum ini, Unruh (1984) hanya membahas enam
bidang konten kurikulum akademik untuk jenjang pendidikan dasar, yaitu Bahasa
Indonesia, Matematika, Sains (IPA), Studi Sosial (IPS), Bahasa Asing dan Seni.
Meskipun demikian, hendaknya kurikulum juga memberikan ruang bagi pelajaran
lain selain keenam bidang konten tersebut antara lain pendidikan jasmani dan
kesehatan, pendidikan agama dan berbagai pelajaran keterampilan lain yang
dibutuhkan siswa.
5.
Sumber materi kurikulum
Materi kurikulum dapat diperoleh dari buku-buku teks, buku petunjuk bagi
guru, pusat pendidikan guru, kantor konsultan kurikulum, departemen pendidikan
dan agen pelayanan pendidikan lainnya.
6.
Implementasi kurikulum
Sebuah kurikulum yang telah dikembangkan tidak akan berarti jika tidak
diimplementasikan, dalam arti digunakan di sekolah dan di kelas. Keberhasilan
implementasi terutama ditentukan oleh aspek perencanaan dan strategi
implementasinya. Pada prinsipnya, implementasi ini mengintegrasikan aspek-aspek
filosofis, tujuan, subject matter, strategi mengajar dan kegiatan belajar,
serta evaluasi dan feedback.
7.
Evaluasi kurikulum
Evaluasi adalah suatu proses interaksi, deskripsi dan pertimbangan
(judgment) untuk menemukan hakikat dan nilai dari suatu hal yang dievaluasi,
dalam hal ini yaitu kurikulum. Evaluasi kurikulum sebenarnya dimaksudkan untuk
memperbaiki substansi kurikulum, prosedur implementasi, metode instruksional,
serta pengaruhnya pada belajar dan perilaku siswa.
8.
Keadaan di masa mendatang
Pesatnya perubahan dalam kehidupan social, ekonomi, teknologi, politik
serta berbagai peristiwa lainnya memaksa kita semua berfikir dan merespon
setiap perubahan yang terjadi. Dalam pemngembangan kurikulum, pandangan dan
kecenderungan pada kehidupan masa datang sudah menjadi hal yang urgen. Setiap
rencana pengembangan kurikulum harus memasukkan pertimbangan kehidupan di masa
depan, serta implikasinya pada perencanaan kurikulum.
D.
Sumber Daya
Manusia (SDM) Pengembangan Kurikulum
Sumber
Daya Manusia (SDM) pengembangan kurikulum adalah kemampuan terpadu dari daya
pikir dan daya fisik yang dimiliki oleh setiap pengembang kurikulum dari
tingkat pusat sampai tingkat daerah. Sumber daya manusia tersebut terdiri atas
berbagai pakar ilmu pendidikan, administrator pendidikan, guru, ilmuwan, orang
tua, siswa, dan tokoh masyarakat.
Unsur
ketenagaan tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu tenaga
professional dan tenaga dari masyarakat. Tenaga professional meliputi tenaga
kependidikan guru, tenaga kependidikan non-guru dan organisasi professional.
Adapun tenaga dari masyarakat meliputi tokoh masyarakat, orang tua, komite
sekolah atau dewan sekolah, pihak industry dan bisnis, lembaga social
masyarakat, instansi pemerintah atau departemen dan non-departemen, serta
unsur-unsur masyarakat yang berkepentingan terhadap pendidikan.
Dalam
proses pengembangan kurikulum, keterlibatan unsur-unsur ketenagaan tersebut
sangat penting, karena keberhasilan suatu system dan tujuan pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama pada semua tahapan kurikulum. Berikut ini
adalah deskripsi tugas dan wewenang pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan
kurikulum.
- Pakar-pakar ilmu pendidikan
Spesialis para pengembang kurikulum
bertugas untuk:
a.
Duduk
sebagai anggota panitia atau sponsor.
- Mengajukan gagasan dan berbagai masukan yang diperlukan oleh panitia pengembang kurikulum.
- Melakukan penelitian dalam bidang pengembangan kurikulum.
- Menyusun buku sumber yang dibutuhkan sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan.
- Memberikan pelatihan dan konsultasi bagi para pengembang kurikulum.
- Administrator pendidikan
Administrator pendidikan merupakan sumber daya manusia yang
berada pada tingkat pusat, propinsi, kota atau kabupaten dan juga kepala
sekolah.
- Administrator di tingkat pusat memiliki wewenang dan kepemimpinan untuk mengarahkan orang serta bertanggungjawab atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai tujuan yaitu dalam penyusunan kerangka kurikulum, dasar hokum dan program inti yang selanjutnya dapat ditetapkan jenis dan jumlah mata pelajaran minimal yang diperlukan. Administrator di tingkat pusat bekerja sama dengan para pakar dari perguruan tinggi untuk merumuskan isi dan materi kurikulum sesuai dengan bidang keilmuannya masing-masing.
- Administrator di tingkat daerah bertugas berdasarkan kerangka dasar dan program inti dari tingkat pusat. Mereka kemudian melakukan pengembangan sesuai dengan kebutuhannya. Administrator tingkat daerah memiliki wewenang merumuskan system operasional pendidikan bagi sekolahnya. Mereka berkewajiban mendorong dan mengimplementasikan kurikulum pada setiap sekolah. Selanjutnya bekerja sama dengan kepala sekolah dan guru-guru dalam pengembangan kurikulum di sekolah sesuai dengan kebutuhan masyarakat, melakukan sosialisasi dan melaksanakan kurikulum di sekolah tersebut.
3.
Kepala
sekolah dan guru memegang peranan yang sangat besar dan merupakan kunci
keberhasilan pengembangan kurikulum karena mereka berkaitan langsung dengan
implementasi kurikulum.
Guru merupakan titik sentral dalam pengembangan kurikulum
karena guru sebagai ujung tombak pelaksanaan di lapangan. Pengembangan
kurikulum bertolak dari kelas. Oleh karena itu, guru hendaknya memiliki gagasan
kreatif dan melakukan uji coba kurikulum di kelasnya sebagai fase penting dan
sebagai unsur penunjang administrasi secara keseluruhan.
Orang tua Sebagai stakeholder dalam penyusunan
kurikulum, hanya beberapa saja dari orang tua yang dilibatkan yaitu mereka yang
memiliki latar belakang memadai. Mengingat sebagian kegiatan belajar yang
dituntut kurikulum dilaksanakan di rumah, maka sangat diperlukan adanya
kerjasama yang erat antara guru atau sekolah dengan orang tua siswa.
Siswa sebagai obyek dari penerapan kurikulum hendaknya
selalu diberi motivasi dalam belajar dan dibimbing dalam berpartisipasi melalui
kegiatan ekstra di sekolah untuk meningkatkan kualitas siswa.
E.
Proses Pengembangan Kurikulum
Unruh dan Unruh (1984:97) mengatakan
bahwa proses pengembangan kurikulum a complex process of assessing needs,
identifying desired learning outcomes, preparing for instruction to achieve the
outcomes, and meeting the cultural, social, and personal needs that the
curriculum is to serve. Berbagai faktor seperti politik, sosial, budaya,
ekonomi, ilmu, teknologi berpengaruh dalam proses pengembangan kurikulum.
Oleh karena itu Olivia (1992:39-41)
selain mengakui bahwa pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang kompleks
lebih lanjut mengatakan curriculum is a product of its time. . . curriculum
responds to and is changed by social forced, philosophical positions, psychological
principles, accumulating knowledge, and educational leadership at it’s moment
in history.
Implementasi adalah proses kurikulum
yang lebih rumit dibandingkan konstruksi kurikulum. Dalam implementasi
berabagai factor berpengaruh terhadap implementasi. Factor – factor tersebut
dapat berupa factor pendukung untuk keberhasilan seperti manajemen sekolah yang
baik, kontribusi komite sekolah, sikap masyarakat, semangat dan dedikasi guru
serta fasilitas belajar yang memenuhi syarat serta ketersediaan dana yang
diperlukan. Evaluasi merupakan fase pengembangan kurikulum yang cukup rumit.
Sebenarnya dalam suatu prosedur pengembangan standar, evaluasi dilakukan sejak
awal pengembangan kurikulum.
Pada saat kini proses pengembangan
kurikulum di Indonesia mengikuti kebijakan yang diundangkan dalam UU nomor 20
tahun 2003, PP nomor 19 tahun 2005 dan permen nomor 22, 23 dan 24 tahun 2006.
Berdasarkan ketetapan tersebut maka proses pengembangan kurikulum di Indonesia
mengikuti dua langkah besar yaitu proses pengembangan yang dilakukan di
Pemerintah Pusat dan pengembangan yang dilakukan disetiap satuan pendidikan.
Pengembangan yang paling menjadi focus perhatian adalah pengembangan tingkat
sekolah. Pada tingkat ini sekolah tetap harus memperhatikan kebutuhan dan
tantangan masyarakat yang dilayaninya, menerjemahkan tantangan tersebut dalam
kemampuan yang harus dimilki peserta didik. Pengembangan pada tingkat ini
menghasilkan apa yang disebut dengan kurikulum Sekolah atau kurikulum Tingkat
satuan Pendidikan ( KTSP ).
1.
Pengembangan Kurikululum Sekolah
Proses pengembangan kurikulum Sekolah dikembangkan berdasarkan landasan dan
prosedur yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Landasan
Legal nya adalah UU nomor 20 tahun 2003, setelah UU nomor 20
tahun 2003 berlaku, wewenang mengembangkan, mengelola dan melaksanakan
pendidikan tidak lagi sepenuhnya menajadi tanggung jawab Pemerintah Pusat
tetapi sudah berbagi dengan pemerintah daerah. System pendidikan yang dibangun
oleh UU nomor 20 tahun 2003 merupakan konsekuensi dari perubahan system
pemerintahan sentralistis ke otonomi daerah dimana pendidikan adalah aspek
pelayanan pemerintahan pusat yang didelegasikan ke pemerintah daerah.
2. Sedangkan landasan Filosofis dan teoritisnya bagi
pengembangan kurikulum sekolah adalah :
a) Kurikulum
harus dimulai dari lingkungan terdekat.
b) Kurikulum
harus mampu melayani pencapaian tujuan pendidikan nasional dan tujuan satuan
pendidikan. Kurikulum sekolah harus mampu mengorganisasikan kepentingan peserta
didik, masyarakat terdekat dan bangsa dalam satu dimensi.
c) Model
kurikulum harus sesuai dengan ide kurikulum.
d) Proses
pengengembangan kurikulum harus bersifat fleksibel dan komprehensif. Kurikulum
sekolah harus bersifat terbuka untuk penyempurnaan.
Langganan:
Postingan (Atom)